14.5.14

 

GERAKAN DAKWAH KAMPUS

SEJARAH LEMBAGA DAKWAH KAMPUS DI INDONESIA

Asal-usul PKS dapat ditelusuri dari gerakan dakwah kampus yang menyebar di universitas-universitas Indonesia pada 1980-an. Gerakan ini dapat dikatakan dipelopori oleh Muhammad Natsir, mantan Perdana Menteri Indonesia dari Masyumi (dibubarkan pada 1960) yang mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) pada 1967. Lembaga ini awalnya fokus kepada usaha mencegah kegiatan misionari Kristen di Indonesia.[1] Peran DDII yang paling krusial adalah kelahiran Lembaga Mujahid Dakwah yang berafiliasi dengan DDII, dipimpin Imaduddin Abdulrahim yang aktif melakukan pelatihan keagamaan di Masjid Salman, Institut Teknologi Bandung.
Pada 1985, rezim Orde Baru mewajibkan seluruh organisasi massa menjadikan Pancasila sebagai asasnya. Ini membuat sejumlah tokoh Islamis berang dan menyebut rezim Soeharto telah memperlakukan politik Islam sebagai kutjing kurap. Pada saat yang sama, Jamaah Tarbiyah meraih momentumnya di kalangan mahasiswa kader Rohis dan aktivis dakwah di kampus-kampus. Pada tahun 1993, Mustafa Kamal, seorang kader Jamaah Tarbiyah, memenangi pemilihan mahasiswa untuk Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, kader Jamaah pertama yang memegang kekuasaan di level universitas. Setahun kemudian, Zulkieflimansyah, juga kader Jamaah Tarbiyah, menjadi Ketua Senat Mahasiswa di universitas yang sama.
Para anggota Jamaah Tarbiyah kemudian mendirikan Lembaga Dakwah Kampus, yang kemudian menjadi unit-unit kegiatan mahasiswa yang resmi di berbagai kampus sekuler di Indonesia, seperti di Universitas Indonesia, terutama oleh para aktivis Forum Studi Islam.
Saat itu, kata usrah yang sering dipakai untuk menyebut kelompok-kelompok kecil pengajian di LDK mulai diasosiasikan dengan kelompok Islam radikal seperti Darul Islam, yang menggunakan sistem sel ala Ikhwanul Muslimin untuk merekrut kader.
Meskipun adanya berbagai faksi dan kubu di dalam tubuh LDK, semuanya sepakat membentuk Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) pada 1986. Pertemuan tahunan ke-10 FSLDK di Malang pada 1998 dimanfaatkan untuk deklarasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Partai Keadilan
KAMMI muncul sebagai salah satu organisasi yang paling vokal menyuarakan tuntutan reformasi melawan Soeharto, dipimpin oleh Fahri Hamzah. Sejurus setelah mundurnya Soeharto pada 21 Mei 1998, para tokoh KAMMI telah mempertimbangkan berdirinya sebuah partai Islam. Partai tersebut kemudian diberi nama Partai Keadilan (disingkat PK). Kendati tokoh elit KAMMI memiliki kontribusi dalam pembentukan PK, KAMMI dan PK secara tegas menyatakan bahwa tidak memiliki hubungan formal.
Ribuan kader PKS menyambut presiden Anis Matta di Pekanbaru, 15 Juni 2013.
Partai Keadilan dideklarasikan di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, pada 20 Juli 1998, dan mengangkat Nurmahmudi Isma'il sebagai presiden pertamanya. Di pemilihan umum legislatif Indonesia 1999, PK mendapat 1,436,565 suara, sekitar 1,36% dari total perolehan suara nasional dan mendapat tujuh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.[7] Meskipun demikian, PK gagal memenuhi ambang batas parlemen sebesar dua persen, sehingga memaksa partai ini melakukan stembus accord dengan delapan partai politik berbasis Islam lainnya pada Mei 1999.
Nurmahmudi kemudian, ditawarkan jabatan Menteri Kehutanan di Kabinet Persatuan Nasional bentukan presiden Abdurrahman Wahid pada Oktober 1999. Ia menyetujui tawaran tersebut dan menyerahkan jabatan presiden partai kepada Hidayat Nur Wahid, seorang doktor lulusan Universitas Islam Madinah, sejak 21 Mei 2000.
Karena kegagalan PK memenuhi ambang batas parlemen di pemilihan umum selanjutnya, menurut regulasi pemerintah, mereka harus mengganti nama. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Hukum dan HAM di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (setingkat provinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat kabupaten dan kota). Sehari kemudian, PK resmi berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera.


Partai Keadilan Sejahtera
Dengan bergantinya PK menjadi PKS, partai ini kembali bertanding di pemilihan umum legislatif Indonesia 2004. PKS meraih total 8,325,020 suara, sekitar 7.34% dari total perolehan suara nasional. PKS berhak mendudukkan 45 wakilnya di DPR dan menduduki peringkat keenam partai dengan suara terbanyak, setelah Partai Demokrat. Presiden partai, Hidayat Nur Wahid, terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan 326 suara, mengalahkan Sutjipto dari PDIP dengan 324 suara. Hidayat menyerahkan jabatan presiden kepada Tifatul Sembiring, juga seorang mantan aktivis kampus dan pendiri PKS.

Bisa juga dibaca tentang KAMMI dan LDKdi Ranah Dakwah Kampus

Baca selengkapnya ยป

Label: ,


This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]